Dunia Tanpa Suara

oleh -414 views

Bagian Dua

*

www.domainesia.com
Aku dan Sang Waktu | Dunia Tanpa Suara

<< Bagian Satu

SAAT ini aku sedang berada di dalam dunia tanpa suara, dunia yang aku tahu begitu hidup, dunia di mana masing-masing karakter dari semua tokoh-tokoh cerita yang pernah kutuliskan itu begitu hidup dan terasa nyata.

Di dunia tanpa suara, mereka terkadang sesekali menarik kedua tanganku, lalu menyentuhkan kedua telapak tanganku itu ke dada mereka.

Seiring berjalannya waktu. Aku tahu, ternyata begitulah cara mereka membagikan semua rasa yang sedang mereka rasakan saat

kepadaku.

Dan malam ini. Seperti biasa, orang-orang yang biasa mengajaku pergi ke “Dunia”nya itu sudah berada di depan kamar tidurku. Mengetuk perlahan pintu kamar tidurku, ketukan pada pintu kamar yang mungkin hanya aku saja yang bisa mendengarkan ketukannya itu.

Dan seperti biasa, setelah kubuka pintu kamar tidurku, terlihat seraut wajah cantik wanita berkulit hitam manis yang saat ini tengah berdiri di depanku.

Di usia nya sudah tidak muda lagi, kulihat dia masih menyimpan sisa-sisa kecantikan masa mudanya dulu. Senyumnya masih terlihat begitu manis, bahkan sedikit menggoda menurutku.

Seperti biasa Wanita bertubuh molek yang tidak memakai riasan ini lalu menarik tanganku menuju ke arah dapur, selanjutnya dia akan membuatkan segelas kopi susu untukku, lalu, sambil membawa secangkir kopi susu, dia akan kembali menarik tanganku, kali ini menuju ke arah ruang kerjaku.

AKU INGAT. Saat itu, aku pergi meninggalkannya ketika dia sedang menunggu jawaban dariku.

“Tapi abang harus janji, untuk mengobati kakak, apapun keputusan-nya nanti!” tuntutnya waktu itu. Sambil menatap kedua mataku dalam-dalam. Tatapan mata yang seperti meminta kepastian dariku.

Waktu itu. Sebelum aku sempat memberi jawaban pada Wanita berkulit hitam manis yang selalu mengenakan Jilbab panjang berwarna hitam ini, sayub-sayub, telingaku menangkap suara bidadari kecilku terus memanggil-manggilku dari kejauhan.

Dan sebelum aku sempat memberi jawaban pada wanita cantik berkulit hitam manis itu aku memutuskan untuk pergi meninggalkannya yang masih duduk di depanku.

Kutatap wanita baik-baik yang tengah berjalan di sampingku sambil membawakan secangkir kopi susu menuju ke arah ruang kerjaku.

Aku tahu dia adalah seorang wanita baik-baik, yang aku tahu saat itu sedang berusaha untuk tetap tegar berdiri di tengah semua rasa sakit dan ketakutan yang selalu datang menghantuinya.

Seorang wanita lugu yang di tengah ketidak tahuannya itu bersedia untuk membuka aurat dan ‘kemaluaan’nya pada pria yang bukan ‘muhrim’nya, demi untuk menjaga keutuhan rumah tangganya. Seorang wanita yang begitu tunduk dan patuh pada seorang lelaki yang tidak begitu pandai menjaga harga dirinya. Seorang wanita, yang ditengah ketakutan dan kegalauan hatinya itu kulihat tengah duduk terdiam seorang diri, menanti kedatangan Binatang Jalang yang dia percaya akan menjadi ‘kunci’ pembuka gerbang menuju jalan kesembuhan dan kebahagian rumah tangganya.

Baca juga; Wanita di Penghujung Malam

**

Malam ini. Tidak seperti yang sudah-sudah. Dia datang lebih awal menemuiku. Setelah membuatkan aku secangkir kopi susu, dia langsung saja menarik tanganku menuju ke ruang kerjaku, memintaku untuk segera menghidupkan laptop di atas meja kerjaku sambil meletakan secangkir kopi susu di sebelahnya.

“Itu siapa?” tanyaku pada wanita berkulit hitam manis di sampingku.

Di ujung sana, di atas Kursi Sofa Minimalis. Saat ini aku melihat ada dua orang yang tengah duduk sambil bercerita, yang satu memakai Jubah Panjang berwarna putih, ada sayap yang juga berwarna putih menyembul dari balik punggungnya. Sedangkan yang tengah duduk di sebelahnya kulihat seorang lelaki setengah tua, mengenakan Jubah Panjang berwarna hitam, wajahnya tidak begitu terlihat jelas dari tempatku berada saat ini karena terhalang oleh jubah panjang yang di kenakannya. Jubah panjangnya itu kulihat menutupi hingga kepalanya.

Sesekali kulihat mereka tertawa. Sepertinya mereka berdua cukup akrab, terlihat dari bahasa tubuh mereka yang terlihat begitu santai. Mereka sepertinya sedang bercanda.

Kulihat mereka sedang memegang cangkir di tangannya masing-masing.

 “Yang satu itu Malaikat.” kata wanita cantik berkulit hitam manis ini sambil menunjuk ke arah orang yang tengah mengenakan Jubah panjang berwarna putih dengan sayap yang juga berwarna putih terlihat melipat di atas bahunya.

“Dan yang itu?” tanyaku lagi sambil menunjuk ke arah orang yang sedang duduk di sebelah lelaki bersayap putih.

“Itu Iblis,” katanya lagi tanpa menoleh ke arahku.

Aku ingat! Kata orang. Iblis adalah julukan nenek moyang bangsa jin yang memiliki nama asli Azazil, ia makhluk pertama yang membangkang perintah Allah untuk bersujud di depan Adam, dan tokoh ini dikenal dalam ajaran agama Samawi.

Menurut ajaran agama Islam, dijelaskan bahwa Allah menciptakan tiga jenis makhluk berakal budi yaitu malaikat yang diciptakan dari cahaya (nuur), jin dari api (naar), dan manusia dari tanah (turaab).

Menurut agama Kristen, Iblis adalah pribadi yang memberontak kepada Allah, sehingga dibuang dari sorga dan kemudian menghasut manusia untuk berdosa. Di dalam Alkitab bahasa Indonesia bagian Perjanjian Lama kata “Iblis” hanya dipakai di 3 kitab, yaitu Kitab 1 Tawarikh, Kitab Ayub, dan Kitab Zakharia, yang merupakan terjemahan kata bahasa Ibrani yang artinya syatan atau “Setan”), yang berarti musuh.

Di bagian Perjanjian Baru, Iblis disebutkan berusaha membawa manusia jauh dari Allah, malahan mencobai Yesus Kristus meskipun gagal dan diusir pergi oleh Yesus. Karenanya Iblis disebut sebagai musuh atau lawan bagi orang-orang Kristen. Kata Iblis dalam bagian Perjanjian Baru ini diterjemahkan dari bahasa Yunani yang artinya “pemfitnah’, “penghasut”) yang dalam bahasa Inggris disebut devil.

“Ayo cepat.” katanya lagi seraya menarik jari tanganku agar secepatnya menghidupkan laptop di depanku itu.

Ku-ikuti permintaan-nya. Segera kunyalakan laptop di atas meja kerjaku dan sambil menunggu sampai proses ‘loading’ nya selesai, kubakar sebatang rokok sambil kembali menatap ke arah dua orang yang sedari tadi kulihat masih terlihat asik mengobrol di tengah ruangan itu.

Kulihat sesekali mereka mendekatkan ujung cangkir di genggamnya itu ke bibir-nya masing-masing.

“Mungkin mereka sedang minum kopi.” pikirku, sambil melihat ke arah secangkir kopi susu yang terletak di samping laptopku.

Saat melihat kesamping, tempat dimana Wanita cantik berkulit hitam manis yang tadi membuatkan secangkir kopi susu untukku itu berdiri. Ternyata dia sudah tidak lagi berada di tempatnya.

Seperti biasa, dia terlihat begitu tidak sabar untuk menunggu hingga laptop-ku menyala. Dan seperti biasa, dia selalu pergi mendahuluiku dan meninggalkan aku di sini seorang diri di tempat ini.

Setelah sekian lama menunggu, sepertinya malam ini aku sedikit kesulitan untuk menyusulnya ke ‘dunia’nya.

Dunia yang kutahu, di mana Setan dan Manusia bisa saling ‘melihat’ dan ‘berbicara’ antara satu dengan yang lainnya. Dunia di mana semua penghuni di dalamnya bisa berkomunikasi dengan semua bahasa yang berbeda-beda. Dunia di mana suara bukanlah menjadi yang paling utama. Dunia di mana aku biasa melihat para penghuni di dalamnya tidak lagi berbicara dengan menggunakan bahasa Manusia. Dan dunia yang perlahan-lahan mulai mengajariku untuk bisa mengerti bahasa ‘mereka’. Seperti halnya ketika aku berbicara dengan temanku itu dengan menggunakan bahasa mereka. Yaitu Bahasa Rasa.

***

Kudengar suara tawa dari tengah ruangan. Mataku beralih ke arah dua orang yang sedari tadi kulihat asik ngobrol sambil duduk di atas Kursi Sofa Minimalis di ujung sana. Kuambil cangkir kopi yang masih terasa begitu hangat di atas meja kerjaku. Sambil menggeser kursi yang tengah aku duduki saat ini. Aku beranjak meninggalkan laptop yang masih menyala di atas Meja. Lalu bergegas menuju ke ruangan di mana dua orang sahabat lama itu tengah duduk bercengkrama.

Kudatangi dua orang yang sepertinya adalah dua orang sahabat lama itu. Mereka begitu asik ngobrol berdua, sampai-sampai seperti tidak menyadari kalau aku sedari tadi memperhatikan mereka berdua dari sini.

Kutatap lelaki berbaju putih yang tersenyum sambil menatap ke arahku itu, aku tersenyum balik menatapnya, dia mengangkat cangkir di tangan kanannya ke-arah-ku, ku balas mengangkat cangkir kopi susu yang ada di dalam genggamanku ini sambil berjalan mendekat ke arahnya.

Sambil duduk di sebelah pria tua yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam yang menutupi tubuh hingga kepalanya itu, kutaruh cangkir kopi susu yang kubawa barusan di sebelah cangkir minumannya.

Pria  tua yang memakai jubah panjang berwarna hitam itu tersenyum menatapku. “Sudah selesai ceritanya?” tanya-nya padaku. Sambil menatap wajahku yang terlihat seperti orang yang begitu kelelahan sedang duduk di sebelahnya.

“Aku tidak tahu bagaimana harus mengakhiri jalan ceritanya itu.” Kataku lagi sambil menghela napas panjang, mencoba melepaskan semua rasa penatku di atas kursi sofa yang baru saja kududuki ini.

“Ha..ha..,” tiba-tiba saja dia tertawa ke arah temannya yang memakai jubah panjang berwarna putih di depanku itu.

Sambil menepuk-nepuk pundakku dengan tangan kanannya, dia kembali berkata; “Mungkin dia lelah,” katanya lagi sambil bercanda kepada temannya itu, lalu kudengar mereka tertawa berdua sambil menatap wajah lelahku.

“Apa yang bisa kubantu?” tanya pria tua yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam di sebelah ku itu setelah tawanya sedikit reda.

“Iya apa yang bisa kami bantu?“ tanya lelaki berjubah panjang serba putih itu serius, menimpali ucapan temannya barusan. “Aku masih belum tahu bagaimana cara mengakhiri jalan ceritanya itu” kataku lagi sambil menghembuskan asap rokokku perlahan-lahan.

“Tentang Wanita Harimau itu?” tanya Pria tua yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam itu sambil tersenyum menatap ke arahku.

Tiba-tiba saja, aku teringat dengan sosok wanita tinggi semampai yang sudah cukup berumur yang mengenakan kerudung bergo panjang berwarna merah marun itu. Teringat dari awal perkenalan hingga semua proses pernikahan yang berlangsung begitu cepat, Di mana saat itu aku tengah duduk di atas pelaminan mengenakan baju pengantin, bersanding dengan seorang wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil di kepalanya itu.

Teringat aroma khas wangi gaharu yang tercium dari balik pakaian wanita cantik yang mengenakan kebaya pengantin berwarna hijau daun serta mengenakan mahkota kecil di kepalanya itu, aku seperti mendapatkan jawaban dari permasalahan yang sedang di hadapi oleh wanita berkulit hitam manis yang selalu mengenakan Jilbab panjang berwarna hitam itu.

Baca juga; Wanita Berkerudung Bergo Panjang Merah Marun

Tanpa sadar aku tersenyum sendiri, teringat jawaban apa yang akan kuberikan besok pada wanita berkulit hitam manis itu. “Bukan.” Jawabku masih tersenyum, sambil menatap Pria tua yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam itu.

****

SAMBIL MENGUAP, aku melirik rasa kantuk yang baru saja datang, dan langsung duduk di sebelahku itu. Sepertinya, beberapa malam belakangan ini dia begitu sibuk, sampai-sampai tidak sempat untuk datang menjengukku di tempat ini.

“Yang mana?” tanya lelaki berjubah serba putih itu sedikit penasaran, sambil mendongak ke arah ku. Pandangannya sedikit tertutup oleh rasa kantuk yang duduk di sebelahku ini.

“Apa wanita berkulit hitam manis yang mengenakan kerudung panjang hitam yang tadi membuatkan segelas kopi susu untukmu itu?” tanya lelaki tua yang mengenakan jubah panjang di sampingku itu. Mimik wajahnya sedikit heran, karena tiba-tiba saja aku senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arahnya.

Entah kenapa, saat ini mataku terasa begitu berat. Jangankan untuk menjawab pertanyaan lelaki tua yang mengenakan jubah panjang berwarna hitam barusan, untuk membuka kelopak mataku saja saat ini sudah terasa begitu berat bagiku.

Rasa kantuk keburu menarik tanganku, mengajakku segera pergi meninggalkan dua orang sahabat lama yang sepertinya sudah begitu lama tidak pernah bertemu itu. Di antara sayup-sayup suara pria tua yang tadi menanyaiku itu, telingaku masih mendengar suara alunan musik yang berasal dari laptop ku yang masih terus menyala di atas meja sana.

Lagu
Lir ilir
Artis
Cak Nun
Album
Lir ilir
Dilisensikan ke YouTube oleh
DashGo/Audiobee (atas nama MMP Music Digital); TuneCore Publishing, dan 9 Lembaga Manajemen Kolektif

Bersambung

Sumber ; 1

Catatan : Cerita ini hanya fiktif belaka, jika ada kesamaan Foto, nama tokoh, tempat kejadian ataupun cerita, itu adalah kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan, ini adalah rangkaian cerita bersambung Aku dan Sang Waktu yang sudah pernah tayang di kompasiana dan tayang kembali di sini adalah semata-mata untuk merawat cerita.

Tentang Penulis: Warkasa 1919

Gambar Gravatar
Ruang Berbagi & Informasi

Tinggalkan Balasan