KETERANGAN NOMOR
Alur pergerakan nomor 1 adalah; Petani dengan kebun yang cukup luas, misalnya di atas 5 hektar biasanya akan mampu untuk mengumpulkan cukup banyak hasil panen untuk mengirim langsung ke PKS. Dan petani yang demikian biasanya berperan sebagai pemegang DO. Sebagai pemasok langsung ke PKS otomatis ia harus memiliki DO dan dengan ia memiliki DO, ia mampu untuk mengambil hasil panen dari tempat-tempat lain untuk dikirim ke PKS. (Contoh kasus adalah kebun milik Nursamsu)
Alur pergerakan nomor 2 adalah; Petani sawit yang mengelola sekitar 2 hektar per rumah tangga menjual TBS nya ke Agen /pengumpul/pedagang yang memilik modal cukup besar, biasanya agen tipe ini sudah memiliki kendaraan roda 4 untuk mengambil dan mengangkut TBS dari kebun milik petani ataupun mengantar TBS milik petani ke PKS.
Agen tipe nomor 2 ini biasanya akan langsung menjual TBS nya ke PKS dengan menggunakan delivery order (DO) milik sendiri ataupun menggunakan DO milik orang lain.
Alur pergerakan TBS nomor 3 adalah ; Petani langsung menjual TBS nya ke Agen, selanjutnya Agen menjual TBS nya ke Ram/Peron atau depo, hal ini bisa terjadi akibat;
- Agen tidak memiliki DO sendiri.
- Agen tidak memiliki jumlah TBS yang cukup untuk langsung menjual TBS yang dia beli dari Petani ke PKS
- Agen tidak memiliki kendaraan yang memadai untuk menjual TBS nya ke PKS secara langsung.
- Nomor 3 ini biasanya dilakukan oleh kategori Agen (2)
Alur pergerakan TBS nomor 4 adalah ; Petani langsung menjual TBS nya ke Ram/Peron atau depo, hal ini bisa terjadi akibat;
- Kedekatan lokasi kebunnya dengan lokasi Ram.
- Selisih harga, biasanya harga TBS di Ram cenderung lebih tinggi dari pada harga di tingkat Agen 1 dan Agen 2, hal ini dikarenakan biasanya Ram dibuka dan dikelola oleh PKS/perusahaan ataupun pemilik DO yang sudah bekerjasama dengan PKS, sehingga dari selisih harga mereka sudah mendapatkan harga yang lebih tinggi dari pada yang tidak memiliki DO sendiri. Beberapa Ram diketahui memiliki beberapa jenis DO sehingga mereka bisa memilih perusahaan sesuai dengan tawaran harga tertinggi.
Alur pergerakan TBS nomor 5 adalah; Petani dengan luas kebun yang kecil, di bawah 5 hektar biasanya akan bergantung pada perantara untuk dapat mengirim hasil panennya ke PKS. Semakin kecil luas kebun yang dimilikinya akan semakin banyak perantara yang terlibat di dalam penjualan TBS nya.
Pada alur penjualan TBS di nomor 2 ini adalah salah satu contohnya. Petani menjual TBS nya ke Agen 2, selanjutnya Agen 2 menjual TBS nya ke Agen 1 dan Agen 1 menjual ke PKS dengan menggunakan DO milik sendiri atau DO milik orang lain.
Alur pergerakan TBS nomor 6 adalah; Petani dengan luas kebun yang kecil, di bawah 5 hektar akan bergantung pada perantara untuk dapat mengirim hasil panennya ke PKS. Semakin kecil luas kebun yang dimilikinya akan semakin banyak perantara yang terlibat di dalam penjualan TBS nya.
Pada alur penjualan TBS di nomor 6 ini Petani menjual TBS nya ke Agen 2, selanjutnya Agen 2 menjual TBS yang dia beli dari Petani ke Ram dan Ram langsung menjualnya ke PKS dengan menggunakan DO milik sendiri atau DO milik orang lain.
Alur pergerakan TBS nomor 7 adalah ; Petani sawit yang rata-rata mengelola sekitar 2 hektar per rumah tangga bermufakat untuk membuat Kelompok Tani (KT). Setelah KT terbentuk, selanjutnya sistem perawatan dan penjualan TBS sepenuhnya di Kelola oleh KT. Soal teknis perawatan biasanya ini tidak baku, tergantung kesepakatan anggota KT, umumnya KT hanya mengelola penjualan TBS milik anggotanya saja sedangkan untuk perawatannya akan di lakukan oleh masing-masing Petani.
Unttuk melancarkan proses penjualan TBS milik anggotanya, pengurus KT melakukan kontrak kerjasama dengan pihak perusahaan. Isi kontrak itu pada umumnya, pihak perusahaan akan memberikan pembinaan dan pembelian TBS dari anggota KT.
Setelah ada kesepakatan dengan pihak perusahaan akhirnya di sepakati bahwa penjualan TBS milik anggota KT akan di terima oleh PKS dengan menggunakan DO milik KT.
Alur pergerakan TBS nomor 8 adalah; Petani sawit yang rata-rata mengelola sekitar 2 hektar per rumah tangga bermufakat untuk membuat Kelompok Tani (KT). Setelah KT terbentuk selanjutnya sistem perawatan dan penjualan TBS sepenuhnya di lakukan oleh pihak KT.
Para KT bermufakat membentuk Koperasi Unit Desa di daerahnya dengan tujuan mempermudah proses penjualan TBS yang mereka Kelola, sehingga melalui KUD mereka melakukan kontrak kerjasama dengan pihak perusahaan.
Proses yang terjadi pada alur nomor 8 ini biasnaya terjadi di KUD yang mengelola areal perkebunan Petani plasma atau petani yang ikut ambil bagian dalam program transmigrasi pemerintah yang dijalankan pada tahun 1987 atau Perkebunan Inti Rakyat yang dikenal sebagai PIR-trans.
Dalam program tersebut, para petani yang mayoritas datang dari pulau Jawa direlokasi ke daerah pedesaan dan mendapatkan lahan pertanian seluas 2 hektar untuk masing-masing kepala keluarga. Ditambah lahan seluas setengah hektar untuk rumah tinggal dan tanaman lainnya.
Petani plasma ini kemudian bermitra dengan perusahaan setempat yang menyediakan bantuan berupa pekerja untuk menyiapkan lahan. Setelah empat tahun perkebunan sawit mereka siap dipanen. Perusahaan juga menyediakan bantuan teknis. Dalam skema kerja sama ini, petani plasma setuju untuk menjual hasil produksi mereka kepada perusahaan dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Alur pergerakan nomor 9 adalah ; Petani sawit yang rata-rata mengelola sekitar 2 hektar per rumah tangga bermufakat untuk membuat Kelompok Tani (KT). Setelah KT terbentuk selanjutnya sistem perawatan dan penjualan TBS sepenuhnya di lakukan oleh pihak KT.
Para KT bermufakat membentuk Asosiasi Petani Sawit di daerahnya dengan tujuan mempermudah proses penjualan TBS yang mereka Kelola, sehingga melalui Asosiasi mereka melakukan kontrak kerjasama dengan pihak perusahaan.
Setelah ada kesepakatan dengan pihak perusahaan akhirnya di sepakati bahwa penjualan TBS dari anggota Asosiasi akan menggunakan delivery order (DO) milik Asosiasi. (Contoh kasus di Amanah)
Alur pergerakan TBS dari Petani ke PKS nomor 10 adalah; Petani sawit yang rata-rata mengelola sekitar 2 hektar per rumah tangga bermufakat untuk membuat Kelompok Tani (KT). Setelah KT terbentuk selanjutnya sistem perawatan dan penjualan TBS sepenuhnya di lakukan oleh pihak KT.
Para KT membuat Koperasi Unit Desa (KUD) di daerahnya dengan tujuan mempermudah proses penjualan TBS yang mereka Kelola, sehingga melalui KUD mereka bisa melakukan penjualan TBS nya ke PKS. Dalam kasus ini ditemukan ada KUD yang menjual TBS nya RAM. Biasanya hal ini dilakukan karena :
- KUD tersebut belum memiliki Kerjasama dengan Perusahaan terdekat
- Terkait masalah legalitas penguasaan lahan milik anggotanya, sehingga beberapa perusahaan tidak bersedia melakukan Kerjasama dengan KUD tersebut.
- Terkait masalah harga, ada kasus beberapa KUD yang sudah melakukan kontrak Kerjasama dengan pihak perusahaan, tetapi karena harga TBS di perusahaan lain lebih tinggi, akhirnya secara diam-diam pengurus KUD menjual TBS nya ke Ram karena pihak Ram sendiri mampu memberikan harga yang lebih tinggi dikarenakan pihak Ram memiliki DO perusahaan yang melakukan pembelian TBS dengan harga lebih tinggi. (Contoh kasus di Air Hitam, Bagan Limau dan Pontian Mekar)
KETERANGAN PERAN DI MASING-MASING ALUR PERGERAKAN TBS DARI PETANI KE Pks
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) sebagai salah satu bentuk Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan, legalitasnya telah diatur dengan berbagai peraturan perundang-undangan. Terdapat paling tidak 7 syarat utama yang harus dipenuhi untuk membangun PKS dimana salah satunya adalah terpenuhinya aspek legal.
Serangkaian izin umum yang harus dimiliki untuk melegalkan PKS diantaranya UKL-UPL/RKL[1]RPL/AMDAL, SIUP,SITU, HGB, IMB Pabrik, IMB Perumahan, Izin Gangguan HO, Izin Pembangunan Limbah Cair (IPAL), Izin Radio, Izin Land Aplikasi, Izin Mesin-mesin Pabrik, dan Izin Timbangan.
Pabrik Kelapa Sawit (PKS) adalah mata rantai yang terakhir menerima TBS petani sebelum produk berubah menjadi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) yang berbentuk cairan. PKS dapat menerima TBS dari pihak-pihak yang berbeda yaitu perkebunan inti mereka sendiri, petani plasma binaan dan pemasok pihak ketiga yang bisa berupa perkebunan skala menengah maupun TBS petani swadaya dari pihak perantara sesuai dengan situasi dan kebijakan masing-masing perusahaan.
TBS yang datang dengan truk ditimbang dan dibongkar muat di sebuah tempat terbuka untuk disortir dan kemudian lanjut untuk masuk ke proses dalam pabrik. Setiap truk datang harus membawa dokumen yang biasa disebut Surat Pengantaran Buah (SPB) atau delivery order (DO). DO hanya dimiliki oleh pihak-pihak yang telah memiliki kontrak dengan perusahaan/PKS. Setiap truk akan ditimbang dan akan keluar sebuah slip timbang untuk menunjukkan berapa volume TBS yang dibawa oleh truk tersebut.
Pemegang DO adalah istilah yang digunakan untuk menyebut orang-orang yang memiliki kontrak dengan PKS/perusahaan dan dengan demikian memegang dokumen delivery order (DO) atau Surat Pengantaran Buah (SPB) yang diperlukan sebagai dokumen yang menemani setiap pengantaran pasokan TBS ke PKS.
Delivery Order (DO) adalah dokumen yang menjadi satu-satunya tiket masuk yang memungkinkan pemasok memasukkan TBS ke PKS. DO menunjukkan semacam keabsahan sebuah pihak menjadi pemasok kepada sebuah PKS. Tanpa DO, TBS tidak akan diterima di PKS.
Perusahaan membuat kontrak dengan orang-orang yang dipercaya untuk menjadi pemasok TBS dan berdasarkan kontrak tersebut, mereka bisa membuat blangko delivery order sebagai tanda bukti bahwa mereka adalah pemasok terdaftar di perusahaan tersebut.
Pemegang DO bisa jadi merupakan pemilik kebun yang cukup luas sehingga dapat memasok langsung hasil panennya ke PKS, namun bisa juga pihak yang mengumpulkan hasil panen petani swadaya melalui berbagai cara.
Pemegang DO tipe kedua lah yang akan dibahas di sini. Berdasarkan operasionalnya, kita dapat mengidentifikasi pemegang DO menjadi dua jenis yaitu:
a) Pemegang DO yang tidak mengurusi fisik TBS Dalam operasionalnya, TBS dikirim langsung ke PKS oleh pengumpul yang ada di bawah si pemegang DO. Pemegang DO akan memberikan blangko delivery order yang dimilikinya ke pengumpul agar TBS dapat diterima di PKS. Setelah pengiriman, petani atau agen akan menagih si pemegang DO sesuai dengan hasil timbangan TBS di PKS yang biasanya kemudian dibayar langsung secara tunai olehnya. Kemudian pemegang DO akan menagih seluruh hasil pengiriman TBS atas namanya kepada PKS.
Jenis operasional yang seperti ini, selain modal jaringan kepercayaan dengan perusahaan, pemegang DO hanya bermodalkan ketersediaan uang tunai saja untuk membayari terlebih dahulu TBS pelanggannya.
b)Pemegang DO yang mengurusi fisik TBS Pemegang DO melayani penjemputan TBS ke pelanggannya dan juga menerima antaran-antaran TBS pelanggannya. Pemegang DO seperti ini biasanya memiliki sebuah tempat yang cukup besar untuk menampung TBS pelanggannya dan memiliki ramp untuk menimbang berat buah. TBS langsung dibayar tunai saat diterima oleh pemegang DO.
Dalam bentuk ini, pemegang DO bertanggung jawab mengantar TBS ke PKS dan juga menagih PKS atas jumlah buah yang diantarnya. Dalam bentuk ini pemegang DOselain harus bermodalkan uang tunai juga harus bermodalkan tempat menampung buah dan timbangan yang bisa mencapai ratusan juta rupiah. Di Riau rata-rata pemegang DO adalah pemilik peron/ramp namun bedanya mereka tidak terikat untuk memasok ke satu perusahaan saja. Mereka bebas memasok ke beberapa perusahaan yang berbeda-beda.
Pemegang DO ini bebas memilih mengirim TBS mereka ke perusahaan yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan mereka dengan perusahaan tersebut dan sesuai dengan tawaran harga.
Peron atau depo (atau kadang disebut ramp) adalah tempat mengumpulkan TBS sebelum dikirim ke PKS. Ram adakalanya dibuka dan dikelola oleh PKS/perusahaan. Depo atau ram seperti ini rata-rata di buka oleh Pabrik yang tidak memiliki kebun kelapa sawit. Depo ini dapat menerima buah dalam volume yang kecil dan langsung membayar TBS secara tunai.
Pada umumnya Peron atau Ram adalah kepanjangan tangan perusahaan dan hanya memasok ke satu perusahaan saja, tetapi tidak semuanya begitu sebab ada beberapa Ram yang mereka memiliki beberapa DO dan mereka bebas memilih mengirim TBS mereka ke perusahaan yang berbeda-beda sesuai dengan kesepakatan mereka dengan perusahaan tersebut dan sesuai dengan tawaran harga
Asosiasi Petani Sawit di dalam pembahasan ini adalah organisasi atau lembaga yang mengelola sistem penjualan TBS dari beberapa anggota yang tergabung di dalamnya. Anggota Asosiasi Petani Sawit ini bisa Kelompok Tani atapun KUD (Koperasi Unit Desa).
Asosiasi Petani Sawit ini biasanya dibentuk untuk mendapatkan nilai lebih bagi petani, bisa ditujukan untuk mendapatkan proses sertifikasi sawit swadaya (ISPO, RSPO dll) serta melakukan kontrak kerjsama dengan pihak perusahaan untuk mendapatkan pembinaan dan pembelian TBS yang mereka kelola.
Dengan demikian pihak Asosiasi Petani Sawit akan memiliki dokumen delivery order (DO) atau Surat Pengantaran Buah (SPB) yang diperlukan sebagai dokumen yang menemani setiap pengantaran pasokan TBS ke PKS.
Koperasi Unit Desa (KUD) di dalam pembahasan ini adalah koperasi di wilayah pedesaan yang bergerak dalam penyedian kebutuhan masyarakat yang berkaitan dengan kegiatan pertanian adanya hal dalam penjualan TBS petani sawit di wilayah desa tersebut ke perusahaan kelapa Sawit/ PKS.
KUD seperti ini biasanya adalah KUD yang mengelola areal perkebunan Petani plasma atau petani yang ikut ambil bagian dalam program transmigrasi pemerintah yang dijalankan pada tahun 1987 atau Perkebunan Inti Rakyat yang dikenal sebagai PIR-trans.
Dalam program tersebut, para petani yang mayoritas datang dari pulau Jawa direlokasi ke daerah pedesaan dan mendapatkan lahan pertanian seluas 2 hektar untuk masing-masing kepala keluarga. Ditambah lahan seluas setengah hektar untuk rumah tinggal dan tanaman lainnya.
Petani plasma ini kemudian bermitra dengan perusahaan setempat yang menyediakan bantuan berupa pekerja untuk menyiapkan lahan. Setelah empat tahun perkebunan sawit mereka siap dipanen. Perusahaan juga menyediakan bantuan teknis. Dalam skema kerja sama ini, petani plasma setuju untuk menjual hasil produksi mereka kepada perusahaan dengan harga yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Kelompok Tani (KT) dalam pembahasan ini adalah organisasi yang dibentuk oleh beberapa orang petani yang mengelola lahan perkebunan di suatu wilayah, biasanya kelompok tani ini di bentuk berdasarkan kesamaan hamparan areal kebun sawit yang mereka kelola.
Tujuan dari pembentukan kelompok tani ini adalah untuk mengatasi masalah soal kebun sawit yang mereka kelola secara bersama-sama, seperti halnya perawatan jalan di dalam areal kebun mereka hingga ke soal teknis penjualan TBS ke Pabrik kelapa sawit.
Kelompok Tani ini biasanya memiliki struktur pengurus, Ketua, Bendahara dan sekertaris. Beberapa KT diketahui memiliki Kerjasama dengan pihak perusahaan sehingga mereka memiliki dokumen delivery order (DO) atau Surat Pengantaran Buah (SPB) yang diperlukan sebagai dokumen yang menemani setiap pengantaran pasokan TBS ke PKS.
Kategori Agen 1 dalam pembahasan ini adalah pengumpul/pedagang yang membeli TBS milik Petani sawit sebelum di jual ke PKS. Ini adalah tipe pengumpul atau pedagang yang memilik modal lumayan besar dan biasanya memiliki kendaraan angkut roda 4 untuk mengambil TBS dari kebun milik petani ataupun mengantar TBS milik petani ke PKS.
Agen (1) hampira sama dengan kelompok tani, dikategorikan dalam tingkatan rantai pasok yang sama karena peran yang sama, yaitu mengumpulkan volume panen agar mencapai jumlah yang sesuai untuk ditransport secara efisien ke pemegang DO atau PKS. Artinya agen atau kelompok tani hampir pasti bertanggung jawab menjemput hasil panen dari lokasi pemanenan ke lokasi mata rantai pasok berikutnya.
Meskipun tidak menutup kemungkinan ada petani yang mengantar hasil panennya ke rumah Agen atau markas kelompok. Agen adalah seseorang yang menjadikan penjemputan dan jual beli TBS dengan petani sebagai usahanya. Pada beberapa kasus ada agen yang sengaja membuat kelompok tani dengan tujuan untuk mempermudah jadwal penjemputan TBS nya berdasarkan hamparan, selain itu Agen (1) biasanya juga memberikan pinjaman dalam bentuk uang atau pupuk bagi anggotanya.
Agen kadang diistilahkan juga sebagai tengkulak, pengepul atau “tokek”. Sedangkan kelompok tani adalah ketika sekelompok petani bersepakat untuk menyinkronkan jadwal panen sehingga hasil panen mereka dapat dikumpulkan dan ditransport bersama-sama. Hasil penjualan akan dibagi sesuai dengan tonase hasil panen masing-masing dan kemudian dipotong biaya transport dan hasil grading
Kategori Agen (2) biasanya mengumpulkan hasil-hasil panen yang terlalu sedikit misalnya panen dari dua-tiga batang sawit yang ditanam di halaman rumah.
Agen akan membayar langsung secara tunai berat buah yang diangkutnya. ini biaasanya tidak memilk tidak memiliki armada berupa mobil atau kendaraan roda 4, untuk menjual TBS yang di beli dari petani biasa dia masih akan menjualnya lagi ke Agen (1).
Agen dalam kriteria ini tidak dapat mengirimkan TBS langsung ke PKS dikarenakan kekurangan modal dan TBS yang mereka beli dari petani lain belu cukup untuk langsung di bawa ke PKS.
Petani kategori (1) adalah Petani sawit yang memliki kebun yang cukup luas, misalnya di atas 5 hektar dan biasanya akan mampu untuk mengumpulkan cukup banyak hasil panen untuk mengirim langsung ke PKS. Dan petani yang demikian biasanya berperan sebagai pemegang DO.
Sebagai pemasok langsung ke PKS otomatis ia harus memiliki DO dan dengan ia memiliki DO, ia mampu untuk mengambil hasil panen dari tempat-tempat lain untuk dikirim ke PKS.
Petani kategori (2) adalah Petani dengan luas kebun yang kecil, di bawah 5 hektar akan bergantung pada perantara untuk dapat mengirim hasil panennya ke PKS. Semakin kecil luas kebun yang dimilikinya akan semakin banyak perantara yang terlibat di dalam penjualan TBS nya.
Petani dengan lahan yang luas dan tanpa kebutuhan mendesak akan uang tunai akan mampu untuk menyesuaikan diri dengan sistem pembayaran dari PKS yang membutuhkan waktu beberapa lama untuk cair misalnya.
Sedangkan mayoritas petani biasanya membutuhkan uang tunai segera dan bahkan sudah membutuhkan dana jauh sebelum buahnya dapat dipanen. Kebutuhan ini dipenuhi oleh agen tengkulak atau pemegang DO yang dapat membayar langsung secara tunai dan bahkan meminjamkan uang di muka.
Adapun persyaratan penerimaan yang ditetapkan oleh perusahaan yaitu:
- Jika pihak kedua sebagai petani perkebunan maka wajib memiliki surat keterangan dari kepala desa setempat untuk menyatakan memang benar memiliki kebun kelapa sawit dengan luas areal dan tahun tanam yang dituangkan dalam surat keterangan tersebut, jika berbentuk koperasi atau badan usaha lainnya maka wajib melampirkan surat izin usaha serta data areal petani pekebun binaan baik luas areal maupun tahun tanamnya dan bila sebagai pedagang pengumpul yang memiliki izin usaha wajib melampirkan surat usaha serta memiliki data asal TBS dan tahun tanam lalu kepada Perusahaan sebagai jaminan legalitas TBS yang diterima dari pihak kedua.
- Sebagai persyaratan administrasi akan pihak kedua atau pemasok wajib menyerahkan kepada perusahaan berupa: (a) Permohonan kontrak, (b) Copy kartu tanda Penduduk (KTP), (c) Pas foto 3×4 (hitam putih), (d) Surat keterangan dari kepala desa, dan (e) Materai.
- Setiap pengiriman TBS pemasok harus membuat/menyertakan surat pengantar barang resmi yang mencantumkan No. Kontrak, tanggal panen, jumlah tandan dan asal TBS dan ditanda tangani oleh pemasok.
- Timbangan dipakai untuk dasar pembayaran adalah timbangan pihak perusahaan. (Hanya berlaku di beberapa perusahaan)
- Pada waktu pengiriman kepabrik, semua kendaraan pengangkut harus ditutup jaring, rantai dan disegel. (Hanya berlaku di beberapa perusahaan)
- Pembongkaran TBS dari kendaraan angkutan dilaksanakan oleh pihak perusahaan dan biaya pembongkaran ditanggung oleh pihak perusahaan. (Hanya berlaku di beberapa perusahaan)
- Penerimaan TBS dipabrik adalah setiap hari (24 jam). Kecuali ada trouble di PMKS pihak perusahaan maka pihak perusahaan akan memberitahukan kepada pihak pemasok. (Hanya berlaku di beberapa perusahaan)
- Minimal tiap kali pengiriman TBS pihak pemasok kepada perusahaan adalah tidak kurang dari 1 ton (1000kg). (Hanya berlaku di beberapa perusahaan)
- Tetap Kreatif Selama Menjalankan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan - 28 Maret 2024
- Selamat Ulang Tahun! Semoga Panjang Umur dan Semua Keinginan Terwujud - 3 Desember 2023
- Tanggal 19 November Memperingati Hari Apa? - 18 November 2023