Misteri Mata Merah Menyala

oleh -5 views
oleh
https://images.pexels.com
Tiga
orang gadis desa itu berlari
lari seperti
dikejar hantu.  Hanya mengenakan kemben
dan kain seperti saat mereka tadi turun ke sungai untuk cuci baju dan mandi.
Keranjang
keranjang
berisi baju yang sudah dicuci ditinggalkan begitu saja.   Di belakang mereka terdengar gelak ketawa
mengejek beberapa laki laki.  Dengan
sengaja menimbulkan suara gaduh dalam pengejaran mereka. 

Sepasang
mata merah menyala memperhatikan tingkah polah menyebalkan para pemuda dari
kota yang sedang berlibur tersebut. 
Mengganggu gadis
gadis desa
yang lugu sepertinya menjadi acara favorit mereka selagi menghabiskan waktu di
desa.

Para
pemuda tengil itu sama sekali tidak tahu mereka sedang diperhatikan oleh
sesuatu yang misterius.  Sesuatu yang
akan menghukum mereka.  Pada saatnya.
——
Anton
mengucapkan sesuatu yang tidak lucu namun jorok.  Kedua temannya terperangah sejenak lalu
tertawa terbahak
bahak.  Teringat pada gadisgadis desa yang sungguh menarik hati saat digoda. 

Mereka
bercanda tak tentu arah di perbatasan desa. Di atas mobil wrangler bak terbuka
yang gagah.  Menunggu gadis
gadis yang mereka incar pulang dari sawah.  Setelah mengantarkan makan siang untuk bapakbapak mereka yang masih membenahi pematang,
membagi air dan membetulkan dangau yang hampir roboh.

Dan
akhirnya yang ditunggu tiba.  Dari jauh
sosok
sosok lugu dan manis itu
memilin pematang demi pematang menuju tepi jalan.

Langkah
mereka terhenti ketika melihat tidak terlalu jauh dari mereka tiga pemuda kota
itu sedang menunggu mereka dengan senyum
senyum nakal. 
——-
“Mereka
lagi Asri.  Kita memutar saja.”  Andini mengerutkan alis sambil bersiap
membalikkan badan.

“Hmmm…terlalu
jauh Dini.  Lagipula mereka cuma
menggoda. Tidak lebih.” Astri berusaha mendinginkan temannya yang terserang
panik.

“Iya
Dini.  Abaikan saja mereka.  Anggap tidak ada orang..” Resmi menambahi
untuk menguatkan hati Andini.

Andini
menghela nafas panjang.  Dalam hatinya
berkecamuk bermacam hal.  Dia tidak takut
kepada mereka.  Dia hanya tidak ingin mereka
menjadi korban peliharaan leluhurnya.
——-
Anton
memberi tanda kepada dua temannya.   Melihat
ketiga gadis desa yang manis itu menghentikan langkah di ujung pematang.  Dia makin penasaran.  Gadis
gadis itu memang tidak semengkilap gadisgadis kota. 
Dandanannya biasa saja.  Make up nya
juga sederhana.  Tapi tubuh dan wajah
mereka sama sekali tidak mengecewakan.  Cukuplah
untuk menghabiskan waktu di desa yang sunyi ini.

Mereka
sedang berlibur di rumah kakek Anton. 
Itupun karena terpaksa disuruh oleh ayah ibu Anton.  Jangan hanya eksplorasi wisata luar
negeri.  Sekali
kali pergilah ke desa.  Nikmati udara segar dan ribuan
keramahan.  Begitu pesan mereka. 

Anton
awalnya sebetulnya menolak tegas.  Sama
sekali tidak tertarik.  Namun setelah
ayahnya menceritakan sebuah cerita tentang desa asal mereka yang misterius,
Anton mendadak sangat tertarik.  Ayahnya
mengatakan bahwa desa luluhur mereka itu adalah desa yang terkutuk.  Sebagian kecil penduduk desa adalah keturunan
orang
orang yang dikutuk pada
jaman dahulu. Tidak jelas bagaimana kutukan itu terjadi atau karena alasan apa,
namun yang pasti, Anton bisa mencari tahu sendiri jika memang tertarik.

Ayahnya
hanya berpesan satu hal.  Jangan sekali
sekali mengganggu gadisgadis desa, karena beredar mitos bahwa gadisgadis di desa itu, konon yang tidak mau keluar
dari desa untuk sekolah atau bekerja ke kota, dan memilih untuk tetap tinggal
di desa, dijaga oleh peliharaan terkutuk leluhur desa itu.
——–
Dan
disinilah mereka sekarang.  Menunggu tiga
gadis desa yang masih termangu
mangu tidak berani
melanjutkan perjalanan kembali ke rumah. 
Inilah yang membuat Anton sangat penasaran.  Di kota, dia adalah sang penakluk.  Membuat puluhan gadis bertekuk lutut.  Di sini, di desa yang sungguh sunyi ini, dia
seperti seorang pemburu yang gagal. 

Mereka
memang sudah mengincar tiga gadis desa yang selalu bersama
sama itu semenjak sampai di desa ini seminggu yang
lalu.  Alangkah susahnya!  Berkenalan saja mereka tidak bisa!  Gadis
gadis itu, barangkali saking lugunya, mempunyai pertahanan hati yang
luar biasa.  Tidak sedikitpun tergoda
dengan penampilan perlente pemuda
pemuda dari
kota itu.
——-
Anton
menjadi tidak sabaran lagi.  Gadis
gadis desa itu harus diberi sedikit
pelajaran.  Dia memberi isyarat kepada
teman
temannya untuk berjalan
mendekati tiga gadis yang masih berdiri di ujung jalan itu.

Seperti
dikomando saja.  Tiga gadis itu tak ayal
membalikkan badan pergi ke arah berlawanan ketika melihat Anton dan teman
temannya menuju ke arah mereka dengan pandangan
sedikit mengancam.
Anton
mengedipkan mata kepada kedua temannya. 
Mereka bertiga berlari kecil mengejar ketiga gadis yang berlari lari
ketakutan itu.  Anton dan kedua temannya
mempercepat langkah.  Ketiga gadis itu
sudah mulai memasuki hutan kecil di pinggiran desa.  Nah kesempatan!  Ujar Anton girang.

Anton
tidak sadar mata merah menyala itu mengintai kedatangannya ketika mulai
memasuki hutan.  Mata itu mengikuti
setiap inchi pergerakan Anton dan teman
temannya.  Terus saja
mengikuti.  Sambil bersiap
siap.
——-
Ketiga
gadis itu menjerit berbarengan.  Ketiga
pemuda itu menghadang di hadapan mereka setelah berhasil lari mendahului.  Anton menatap Andini sambil tersenyum
mengejek.  Gadis inilah yang paling
diincarnya.  Paling manis dan paling
sintal. 

Andini
yang ditatap secara kurang ajar seperti itu menjadi sangat risih.  Dia berpegangan tangan dengan Asri yang
berdiri di depan untuk melindungi kedua temannya.  Asri memang paling berani.  Gadis ini bertolak pinggang memandang Anton
dan teman temannya dengan berani.

“Pergilah
kalian!  Jangan ganggu kami!”

Ancaman
ini membuat Anton sedikit mengrenyitkan dahi. 
Ada sesuatu dalam ucapan gadis itu yang tiba
tiba membuatnya bergidik ngeri.  Teringat cerita ayahnya.  Namun dasar pemuda yang tidak percaya sama
sekali dengan acara tahayul, Anton mengedikkan kepala.

“Hmmmm…kalian
bodoh! Kami sengaja jauh
jauh datang
dari kota untuk berkenalan dengan gadis
gadis desa yang terkenal dengan keramahannya.  Tapi kalian malah selalu menghindar.  Huh! Sekarang kalian mau lari kemana?  Hutan ini tidak bermata dan bertelinga.  Tidak akan bisa melindungi atau mendengar
jeritan kalian.”

Asri,
Andini dan Resmi saling berpandangan untuk menggali keberanian. 

“Lepaskan
kami aden
aden.  Kami berjanji tidak akan lari lagi lain kali.  Tolonglah…” 
Asri memelas.

Anton
dan kedua temannya sepertinya sudah gelap mata. 
Ketiganya merangsek maju mendekati. 
Ketiga gadis itu melangkah mundur. 
Masing-masing dari pemuda itu mendekati gadis sasarannya.
Tidak
ada lagi jalan bagi ketiga gadis itu. 
Mereka tersudut.  Di belakang
mereka tebing terjal pinggang sebuah bukit.
——–
Anton
sudah hampir meraih tubuh Andini ketika didengarnya suara melolong panjang di
dalam hutan ini.  Cukup dekat dengan
tempat mereka. Suara lolongan itu memanjang menyedihkan.  Seolah
olah mengabarkan tentang berita kematian. 

Anton
dan kedua temannya tidak sadar.  Mata
merah menyala dari balik pepohonan itu melolong panjang sambil matanya
memandang lekat
lekat kepada
Andini.  Anton hanya menyaksikan Andini mendadak
memandang mereka dengan beringas.  Sementara
Asri dan Resmi terduduk tak berdaya. 
Mata
cerah dan indah itu tiba
tiba memerah
seperti saga.  Wajah yang tadinya pucat
ketakutan perlahan
lahan memerah
seperti kepiting rebus.  Mulut manis itu
sekarang menyeringai.  Menampakkan
sebaris gigi
gigi tajam
seperti serigala.  Bahkan air liur
kekuningan menetes
netes dari
gigi
gigi itu!  Mengerikan! Gantian Anton dan kedua temannya
yang mundur
mundur ke belakang
penuh ketakutan. 

Asri
dan Resmi hanya menatap kebingungan melihat ketiga pemuda yang hendak
mengganggu mereka tadi pucat pasi sambil menatap ketakutan kepada Andini. Yang
sepenglihatan mereka hanya berdiri pasrah sambil meneteskan airmata penuh kesedihan.  Asri dan Resmi tidak melihat ada yang aneh
pada diri Andini.  Keduanya hanya
menyaksikan airmata gadis itu menderas dan mengaliri pipinya tak henti
henti. 

Asri
dan Resmi menjerit tinggi.  Mereka
melihat ketiga pemuda yang terus melangkah mundur itu tidak melihat bahwa di
belakang mereka adalah ruang kosong dari jurang kecil menganga yang mengakhiri
langkah kaki mereka ke sungai yang mengalir deras.  Menelan ketiga tubuh itu hingga tak nampak
lagi.
——–
Asri
dan Resmi memeluk tubuh Andini yang saking gemetarnya hampir terkulai
jatuh.  Kedua gadis itu menepuk
nepuk pipi gadis yang sebentar lagi tak sadarkan
diri  dengan lembut. 
Andini
terkulai di pelukan kedua temannya. 
Mengucapkan kalimat kecil tertahan sebelum pingsan;

“Peliharaanku
telah membunuh lagi…..”
——–
Jakarta,
9 Juni 2017

mim
Latest posts by mim (see all)