Misteri Pasar Hantu

oleh -6 views
oleh
https://images.pexels.com

Musim
mudik kali ini sungguh berbeda bagi Andri. 
Dia mendapatkan cuti lebih awal. 
Sehingga perjalanan mudik bisa dilakukan jauh sebelum lebaran. Semua
persiapan dilakukan dengan teliti. 

www.domainesia.com

Perjalanan akan ditempuh lewat darat. 
Bermobil ratusan kilometer. 
Semuanya harus siap dan sehat.

Andri
akan mudik bersama empat kawan sekantornya. 
Tujuan mereka kebetulan ke kota yang sama di timur jawa.  Ini akan menjadi perjalanan yang
menyenangkan.
——-
Pagi
hari setelah sahur.  Andri sudah bersiap
di belakang kemudi.  Dia harus menjemput
empat kawannya di sebuah terminal kecil Bekasi. 
Penjemputan berjalan lancar. 
Perjalanan melalui tol juga tidak terkendala sama sekali.  Tidak ada macet.  Suasana riang menyelimuti sepanjang
perjalanan lima sekawan ini.

Bila
terus selancar ini, maka sore hari mereka akan memasuki perbatasan tengah timur
jawa.  Mereka bisa bergantian setir.  Tidak perlu berhenti kecuali untuk berbuka
dan sahur nanti.

Percakapan
sepanjang jalan banyak diisi topik berwarna. 
Mulai dari situasi politik ibukota, intrik di kantor, hingga cerita
cerita misteri. 
Topik terakhir inilah yang bertahan lama jadi bahan perbincangan di
mobil.

“Kantor
kita itu ada penunggunya loh…”

“Tempat
kosku juga seram….rumah lama bekas belanda sih.”

“Kita
sebaiknya berhenti di rest area kalau malam. 
Atau paling tidak istirahat di SPBU melewati malam sebelum melanjutkan
perjalanan.”

“Iya
benar.  Banyak cerita cerita yang tak
enak jika kita melewati malam di beberapa daerah..”

Suara
suara saling menimpali.  Andri tersenyum dikulum.  Adaada saja.  Sepanjang jalan yang
mereka lalui sangat ramai lalu lalang kendaraan.  Padat juga dengan rumah
rumah. 
Kecuali mungkin saat mereka harus melewati Alas Roban.  Salah satu bagian hutan yang masih tersisa di
jawa. 
——–
Pukul
2 dinihari.  Andri yang kebagian pegang
kemudi melihat mereka sudah mulai melewati tempat
tempat sunyi. 
Tiga dari empat kawannya sudah tenggelam dalam tidur yang nyenyak.  Tinggal si Handi yang masih asyik
mendengarkan musik dari earphonenya. 
Itupun sudah manggut
manggut sambil
terpejam.

Andri
mengedip
ngedipkan
matanya.  Rasa kantuk mulai menyerang
sedikit demi sedikit.  Dia harus bisa
melewati bagian sunyi ini baru berhenti beristirahat.  Sekalian menunggu waktu sahur. 
Diliriknya Handi malah juga sudah
ngorok.  Haduh, dia sendirian sekarang.

Beberapa
tikungan masih bisa dilewati Andri dengan mulus.  Daerah ini benar
benar sepi. 
Hanya pepohonan di kanan kiri yang terlihat samar dan gelap.  Cahaya bulan bahkan tidak sanggup menerobos
sela
sela tajuk yang
rimbun.  Pohon
pohon itu diterpa angin.  Seakanakan tangan raksasa hutan yang melambai kepada Andri untuk berhenti.

Mata
Andri semakin redup.  Hampir saja melewati
marka jalan kalau tidak ada suara klakson kencang mobil arah berlawanan yang
menyadarkannya.  Aaahhh, hampir saja!

Andri
bisa bernafas lega saat melihat lampu
lampu terang di kejauhan.  Oh
syukurlah!  Aku sudah tidak tahan
lagi.  Andri menepikan kendaraannya.  Wah ada pasar tumpah rupanya.  Orang
orang sedang hilir mudik berbelanja. 
Banyak sekali kios dagangan.  Hanya
saja tidak banyak macam yang dijual.  Kios
baju.  Ya, hampir semua kios berjualan
kain dan baju. 
——–
Andri
memutuskan turun dari mobil.  Dia perlu
udara segar dan menggerakkan otot
otot tubuhnya
yang kaku.  Biarlah teman
temannya tidur saja.  Dia akan bangunkan pas tiba saat sahur nanti.

Andri
melihat lihat dagangan di kios
kios
jualan.  Baju dan kain bertebaran di mana
mana.  Digantung dan dilipat menunggu
pembeli.  Tapi tunggu dulu, ada yang
aneh!  Kenapa semua warna baju dan kain
yang dijual sama?  Putih.  Semua warna adalah putih.  Andri sampai berjalan ke kios paling
ujung.  Semuanya berwarna putih.

Wah,
rupanya orang
orang di
daerah ini tidak menyukai warna selain putih. 
Lalu dimana orang berjualan kopi atau makanan?  Andri celingak celinguk.  Tidak ada satupun yang berjualan makanan atau
minuman.  Semua berjualan kain dan baju.

Andri
mengangkat bahu tidak mengerti.  Eh ada
satu kios menarik perhatiannya karena sekarang sedang dikerubungi banyak
pembeli.  Andri sampai harus menerobos di
sela
sela banyak orang untuk
melihat apa yang sedang diburu orang untuk dibeli.  Andri menghentikan langkahnya sejenak. 
Orang
orang ini semua berbau harum yang aneh! 
Seperti bau
bau wangi dupa
tercampur dengan kemenyan.  Hiiihhh,
orang
orang ini punya selera
parfum yang tidak umum.  Andri bergidik.

Begitu
sampai ke bagian paling depan.  Andri
baru menyadari sesuatu yang jauh lebih aneh lagi.  ternyata kios yang sangat laris ini tidak
berjualan baju atau kain.  Kios ini
berjualan batu nisan!

Andri
mulai merasakan lonceng kesadaran. Masa sih ada orang jualan batu nisan malam
malam? 
Andri semakin berdiri bulu romanya. 
Ini semakin tidak masuk akal. 
Kios
kios baju dan
kain dengan warna semua putih.  Bau
parfum dengan wangi yang aneh.  Lalu
orang
orang mengantri untuk
membeli batu nisan.
———
Andri
tidak berpikir panjang lagi. 
Dia membalikkan badan cepatcepat. 
Berlari menuju mobilnya.  Andri
melihat semua orang serentak memandangi dirinya.  Ya ampuuunn. 
Mata
mata itu hanya
lubang tanpa ada bola mata di dalamnya! 
Andri merasakan badannya lemas sekali. 
Dia memaksakan dirinya mempercepat lari meskipun langkah kakinya terasa
sangat berat sekali. 

Berhasil!
Buru
buru Andri membuka pintu
mobil lalu menutupnya dengan sangat keras saking tegangnya.  Semua kawannya telah terbangun rupanya.  Memandang Andri dengan terheran
heran.  Andri
tidak memperhatikan mereka dan juga tidak peduli.  Mobil distaternya cepat.  Injak gas tanpa ragu
ragu dan berlalu dari situ dengan nafas memburu.
———
Setelah
beberapa lama Andri baru memelankan kendaraannya.  Menyadari sesuatu yang keliru.  Mobil ini bukan mobilnya!  Pantas sedari tadi dia merasa aneh saat
menjalankannya.  Mobilnya matic dan ini
manual.

Andri
berhenti dan menoleh kepada teman
temannya untuk
bertanya.  Hanya untuk menyaksikan
beberapa pasang lubang tanpa bola mata memandang ke arahnya!
———
Bogor,
10 Juni 2017

mim
Latest posts by mim (see all)

Responses (10)

Tinggalkan Balasan