Kaki Langit

oleh -151 views

Di Kaki Langit


Tangga langit terlihat di antara pelangi yang menghiasi angkasa.

Di kaki langit kulihat jiwa-jiwa yang tenang terus berjalan, menaiki anak-anak tangga yang menembus batas antara kehidupan dan kematian.

www.domainesia.com

Di kaki langit kulihat senyum-senyum kebahagiaan mengembang dari jiwa-jiwa yang baru saja iklas meninggalkan semuanya.

Di kaki langit wajah-wajah bahagia jiwa-jiwa tenang terus berjalan, menuju gerbang kebebasan, meninggalkan rasa sakit, duka dan air mata yang selama ini menjadi teman-teman mereka.

Di kaki langit bisa kulihat mereka begitu bahagia, meninggalkan semua beban dipundaknya

Di kaki langit, bisa kulihat bahwa suka, duka dan derita yang selama ini membebani pundak mereka sesungguhnya hanyalah pakaian semata, pakaian fatamorgana yang harus mereka tinggalkan di alam fana. Pakaian fatamorgana yang tidak lagi mereka perlukan di kehidupan selanjutnya.

Di kaki langit bisa kulihat senyum kebahagian memancar dari jiwa-jiwa yang tenang. Jiwa-jiwa yang sudah waktu nya pulang kembali kepada Sang Pencipta.

Dari Kaki Langit


Dari kaki langit kulihat bahwa jiwa-jiwa yang masih terpenjara terus meratapi kepergian jiwa-jiwa yang terus berjalan menaiki satu demi satu anak tangga.

Dari kaki langit bisa kulihat jiwa-jiwa yang masih terpenjara menatap murung ke arah pekatnya awan hitam yang masih menaungi mereka.

Dari kaki langit kulihat jiwa-jiwa yang terpenjara masih belum bisa menerima kenyataan, bahwa sesungguhnya ada perpisahan setelah pertemuan dan setelah kehidupan akan ada kematian.

Dari kaki langit bisa kudengar ucapan jiwa-jiwa yang masih terpejara berkata, ” Kenapa awal Oktober yang seharusnya dimulai dengan keceriaan harus terselimuti awan hitam?”

Dari kaki langit kulihat sebagian jiwa-jiwa yang masih terpenjara terus memaki dan menyalahkan keadaan, melihat hujan petir yang masih saja turun dengan lebatnya.

Dari kaki langit kudengar sebagian jiwa-jiwa yang masih terpenjara terus saja berprasangka.

Apakah ini suatu pertanda?
Apakah sudah waktunya?
Apakah semuanya masih dan akan baik-baik saja?

Dan dari kaki langit, kulihat awan hitam masih terus bergerak, membawa hujan, meninggalkan genangan air mata duka bagi jiwa-jiwa yang masih terpenjara. Kebahagiaan mereka seolah telah sirna, dibawa pergi oleh jiwa-jiwa yang sudah terbebas dari penjara tubuh duniawinya.

Dari kaki langit kulihat jiwa-jiwa yang terpenjara masih terus meratap, memandang langit di bulan Oktober yang terlihat hitam tak bercahaya.

Dari kaki langit aku hanya bisa berkata, “ah seandainya mereka semua mampu melihat dunia ini dari sudut pandang yang berbeda.”

Dari kaki langit bisa kulihat ada suka cita, jiwa-jiwa yang tenang terus melangkah, tanpa rasa, meninggalkan tubuh-tubuh fana yang selama ini telah menjadi penjara bagi mereka bersama suka duka dan air mata.

Dan dari kaki langit, bisa kulihat bahwa sebagian dari jiwa-jiwa yang tenang itu mampu melihat ke arah ku, ada yang tersenyum juga ada yang hanya melambaikan tangannya, sebagai bentuk ungkapan perpisahan kepada Sang Penjaga, Sang Penjaga batas alam kehidupan dan alam kematian.

Selamat jalan, asalnya dari Allah kembali kepada Allah, asalnya dari Api kembali ke Api, asalnya dari Tanah kembali ke Tanah dan asalnya dari Angin kembali kepada Angin, begitupun yang berasal dari Cahaya akan kembali menjadi Cahaya. ” ucapku kepada jiwa-jiwa tenang yang terus menaiki anak-anak tangga dari alam kehidupan menuju alam keabadian.”

Dari kaki langit kulihat jiwa-jiwa yang tenang terus melangkah, menaiki anak-anak tangga menuju kehidupan selanjutnya bercahaya kan pelangi yang terlihat begitu indah warnanya.

Dari kaki langit bisa kulihat senyuman tulus menghiasi bibir-bibir mereka, senyum keikhlasan melepaskan semuanya, meninggalkan rasa suka, bahagia dan juga duka lara untuk jiwa-jiwa yang masih terpenjara di dunia.

Dari kaki langit, bisa kudengar ada suara yang berkata kepada jiwa-jiwa yang telah usai memainkan peran mereka dunia.

“Hai jiwa-jiwa yang tenang, kembalilah engkau kepada Tuhanmu dengan ridho dan iklas.”

Lautan kata 1919

Tentang Penulis: Warkasa 1919

Gambar Gravatar
Ruang Berbagi & Informasi

Responses (2)

Tinggalkan Balasan